JIKA PENGHASILAN ISTRI LEBIH BESAR DARI SUAMI

25/02/2009 18:18

Uneq-Uneq - Wednesday, 25 February 2009

Tanya: Ass.wr.wb.
saya ingin bertanya mengenai hak dan kewajiban isteri dari segi penghasilan, kami baru saja menikah, kami berdua sama2 kerja, tanpa maksud apapun, penghasilan suami saya lebih kecil dari saya.

Sejak awal pacaran saya tidak mempermasalahkan mengenai pengeluaran apabila kami keluar untuk jalan2, makan bukan hanya berdua bahkan terkadang dengan keluarganya, bahkan terkadang saat dia menginginkan suatu barang selama saya memiliki uang saya belikan untuk dia dan dia jarang berbuat yang sama terhadap saya karena saya mengerti penghasilan dia yang kurang mencukupi
Sebelumnya dia pernah bilang kalau dia tidak mau tahu penghasilan saya berapa, uangnya untuk apa tetapi tetap saling menopang. Awalnya saya tidak ada masalah karena dia sendiri yang bilang "uang saya (calon suami) uang kamu,uang kamu ya uang kamu".

Yang saya bingung, dia tetap mangatakan seperti itu tetapi dia juga mengatakan walaupun saya punya gaji sendiri tetapi kalu mau memberikan untuk orangtua saya sendiri saya harus meminta ijin dari dia sedangkan itu penghasilan saya sendiri bukan uang dia.

Yang ingin saya tanyakan apakah dalam islam, istri yang memiliki penghasilan sendiri wajib meminta ijin kepada suaminya atau tidak? Makasih

Jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sebelumnya saya ingin mengingatkan pada semua saudara dan saudariku. Jika ingin menuliskan salam, Jangan pernah hanya menuliskannya dalam tulisan “ass” saja. Artinya amat sangat tidak bagus dan juga amat sangat tidak sopan. Jika sedang punya waktu coba buka kamus bahasa inggris dan lihat apa arti ‘ass’. Yang saya temukan, “Ass” berarti: Pertama, kb. (animal) yang artinya keledai. Kedua, orang yang bodoh. Don't be a silly (Janganlah sebodoh itu). Dan ketiga, Vlug (pantat). Biasanya, didalam bahasa kasar pergaulan orang Amerika, arti kata ‘ass’ yang terakhir inilah yang sering digunakan orang (baik ditujukan untuk mengungkapkan rasa kesal pada seseorang, atau untuk menghina seseorang, atau untuk memancing keributan dengan seseorang). Sekarang, mari kita bandingkan dengan arti sesungguhnya dari ‘assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh’. Deretan kata ini merupakan sebuah doa yang kita haturkan kepada saudara kita yang indah sekali. “Semoga kedamaian dilimpahkan kepadamu diiringi dengan rahmat dari Allah dan juga barakah dari Allah untukmu.” Tidak sebanding rasanya mengganti deretan kata yang indah ini dengan kata (maaf) “Pantat lu” hanya karena kita malas menulis salam secara lengkap atau karena tergesa-gesa atau karena keterbatasan ruangan untuk menulisnya. Jika memang ingin mengucapkan salam, tapi terburu-buru atau fasilitas ruangan yang tersedia sempit, tulis saja “salam” atau “hai” saja juga tidak apa-apa kok. Bahkan lebih baik tidak usah mengucapkan apa-apa (dan insya Allah saya akan tetap hargai) daripada mengucapkan kata-kata kotor sebagai sapaan. Demikian semoga menjadi perhatian.

Apa yang suamimu katakan tentang “uang saya adalah uangmu, dan uangmu ya tetap menjadi uangmu” itu dibenarkan dalam Islam. Betul sekali, kewajiban suami adalah memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Dengan demikian, uang yang dia peroleh wajib untuk digunakan sebagai kemaslahatan keluarganya. Jika dia ingin menggunakannya untuk keperluan dia sendiri, hendaknya istrinya harus mengetahuinya. Adapun istri tidak dikenakan kewajiban untuk mencari nafkah. Tugas istri adalah menjaga harta suaminya, menjaga diri dan kehormatan diri dan kehormatan keluarganya serta mengelola rumah tangga. Dengan demikian, jika dalam tugas tersebut si istri memperoleh penghasilan atau dia mendapatkan harta diluar pemberian suaminya maka istri tersebut tidak wajib untuk membaginya bersama suaminya. Dia boleh menikmati harta atau penghasilan itu sendiri saja. Hanya saja, jika dia ingin membaginya kepada suaminya maka apa yang dia berikan itu terhitung sebagai sedekah. Insya Allah ada pahalanya. Demikian juga jika istri ingin membagi hartanya kepada orang tuanya atau kepada sanak saudaranya, maka apa yang dia berikan itu juga terhitung sebagai sedekah.

Sedekah dalam Islam memiliki tempat yang istimewa. Karena dengan sedekah, kita belajar untuk ikhlas dan mengembangkan sikap untuk tidak sombong. Itu sebabnya orang yang hartanya sering disedekahkan, dia sebenarnya adalah orang yang senantiasa membersihkan harta dan jiwanya. Tentu juga ada pahalanya seperti yang sudah dijanjikan Allah SWT. Karena nilainya yang tinggi inilah maka hampir semua muslimin dan muslimat amat bergairah untuk melakukan tugas mulia ini. Mereka berlomba-lomba untuk melakukan kebajikan ini. Termasuk juga suamimu.

Ukhti, betul uang yang akan kamu berikan kepada orang tuamu itu adalah uangmu sendiri, tapi suamimu, yaitu orang yang mencintai dirimu (dan insya Allah bukan cinta uangmu) juga ingin menyenangkan hati orang tua dari kekasih yang dicintainya, yaitu orang tuamu. Dia juga ingin melakukan sedekah. Tapi, jika kamu memberi sedekah kepada orang tuamu sekian rupiah, lalu suamimu juga member sedekah kepada orang tuamu sekian rupiah, maka akan terjadi penumpukan sedekah hanya disatu orang saja. Ini tentu saja kurang baik karena Islam mengajarkan untuk senantiasa adil dan seimbang. Itu sebabnya suamimu meminta dirimu untuk memberitahu dirinya terlebih dahulu jika ukhti ingin member sedekah kepada orang tua ukhti (meski notabene itu uang ukhti sendiri). Mungkin ada baiknya jika kalian berdiskusi seberapa besar nilai sedekah yang bisa diberikan. Saran saya, jangan terlalu besar dan jangan terlalu sering. Karena ukhti dan suami baru saja mengayuh perahu rumah tangga di tepian pantai. Entah apakah riak ombak kecil yang menerpa perahu selamanya akan bisa diatasi hanya dengan tepukan dayung saja. Bagaimana jika datang ombak besar bergulung-gulung di kemudian hari? Bagaimana jika perahu kalian terbawa ke lautan yang berpalung dalam? Bagaimana jika bertemu dengan gugus batu karang yang besar dan tajam? Dengan kata lain, beri sewajarnya saja. Karena biasanya mereka yang sudah diberikan beberapa kali dengan jumlah tertentu sering kali langsung menganggap bahwa jumlah itulah yang harus diberikan untuk seterusnya. Padahal, kehidupan rumah tangga itu seperti roda pedati, kadang ada di bawah (dimana kondisi ekonomi mungkin carut marut, persoalan amat beragam bermunculan, dll) kadang ada juga di bawah (dimana kondisi ekonomi amat sejahtera, segala persoalan terasa seperti remeh temeh yang mudah diselesaikan). Jika diberikan terlalu sering dan terlalu besar, ketika suatu hari ukhti mengalami kesulitan ekonomi, ukhti akan merasakan bahwa kegiatan memberikan sedekah dengan nilai seperti biasanya itu menjadi sebuah beban. Akibatnya timbul rasa tidak ikhlas dan terpaksa. Jadi, diskusikan dengan pasangan.

Sesungguhnya, masalah uang dan harta adalah masalah yang amat sensitive dalam kehidupan rumah tangga. Jika banyak dia bisa membuat kita terlena dan sombong, jika sedikit bisa membuat kita lemah iman dan emosi. Jadi, untuk penggunaan uang selalu diskusikan dengan suamimu. Bahkan meski gaji suamimu lebih kecil daripada gajimu sendiri. Jika ukhti ingin memberikan sedekah kepada keluarga ukhti, ada beberapa hal yang juga harus jadi pertimbangan. Pertama, Jangan lupa untuk zakat 2,5 %. Kedua, menabung. Menabunglah untuk masa sulit yang entah kapan akan datang. Menabunglah untuk pendidikan putra putri dimasa yang akan datang. Menabunglah untuk masa tua nanti (termasuk menabung jika ingin naik haji dan umrah). Berapa prosentasenya, silahkan pikirkan. Tapi sementara itu, biasakan untuk tidak menaruh curiga dan syak wasangka kepada suami. Berprasangka baik selalulah kepada suamimu, insya Allah cinta di hati kalian akan senantiasa bersemi sepanjang waktu.

Demikian semoga bermanfaat. Selamat menempuh hidup baru ya ukhti.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

   Sumber : www.kafemuslimah.com

Back

Search site

© 2008 Konoha Village

Free Website :: WebNode